Kamis, 11 April 2024

"PERGI KALIAN, INI TEMPATKU"


Saat itu langit sudah gelap, hujan turun begitu teras.

Jelas kulihat rintik hujan dalam sinar lampu yang menyilaukan. 

Biasanya hujan seperti ini pengunjung tak pernah datang gumamku dalam hati. 

Kejauhan samar sosok tinggi besar, beberapa orang patuh mengikutinya. 

Mereka beradu mulut dengan seorang yang jelas ku kenal, tanpa ku persilahkan 

mereka masuk dan duduk di bangku kedaiku.

Pertengkaran semakin menjadi, yang dipermasalahkan lebih jelas aku dengar. 

"Panggil anak itu!"

Lalu sesosok tubuh mungil muncul, lalu masuk ke ruangan. Dia di tempatkan tepat di tengah dua orang tua yang sedang bergumul dengan kata masing. 

Aku lihat anak itu gemetar, matanya berbinar karena luka. 

Seketika aku duduk mendekat "sini nak dekat paman!''

Anak itu mendekat, lantas aku dekap tubuh mungilnya itu.

Dia mulai menangis menyembunyikan wajahnya.

Sadar ada sesuatu yang dia sembunyikan, 

"mana yang sakit?" bisiku

Dia menunjukan wajah mungilnya yang memerah, bukan karena malu tapi karena sakit akibat luka yang mendarat tepat di wajahnya.

Dekapanku lebih erat seraya memori yang muncul dipikiran, sebelum punya anak pertama

Anak inilah yang sering aku asuh, dulu wajahnya putih bersih.

"Sini!" seseorang dengan nada keras memanggil anak kecil ini,

Aku sudah kacau, tatapanku arahkan pada sumber suara itu.

"Dia disini bersamaku, kalian orang tua selesaikan masalah kalian" ku balas tak kalah keras dari nada suara yang berikan. 

Mereka terus beradu mulut, 

mereka saling tikampun aku tak peduli.

Anak ini harus tetap bersamaku.

Pertengkaran mereda, aku tak tau hasilnya bagaimana.

Satu rombongan pergi, sempat pamit padaku.

Tak lama berselang, dua orang ibu datang dengan suaminya, kembali masuk ke dalam seolah mencari seseorang yang tak lama juga datang.

Ahhhh apalagi ini, pikirku.

Kembali semuanya mengeluarkan kata-kata kasar dan nada tinggi dengan ritme yang cepat.

"Panggil anak itu, panggil anak itu"

"Tanyakan dia siapa yang melakukan" seorang ibu bergetar mengadu sekaligus memvisualisasikan kondisi anaknya sekarang. 

Lagi-lagi iba-ku tak beranjak, aku tak benar-benar peduli,

Sesekali meja besi ku di dorong, kursiku di tendang beberapa kali dan aku tak benar-benar peduli.

Anak itu datang kembali, dengan wajah merah lusuh, dipipinya yang bengkak tergambar lukisan bantal yang dia gunakan, matanya menyipit, aku tau dia di paksa bangun dari tidurnya. 

Kini ceritanya berbeda, kepala mendidih mendengar lirih anak tadi
"Bangsat...!"

"Anak ini sedang pulas mesra dengan lukanya"

"Masih saja kalian bangunkan, untuk keadilan-mu"

"Pergi kalian semua, ini tempatku"

Tak ada yang membantahnya,  anak itu berlari kembali ke rumah, menuju tempat paling aman saat ini, pangkuan ibunya

"Urus urusan kalian disana" 

"Polisi? Rumah sakit? Aku tak peduli, anak itu Tanggung Jawabku"

Mereka berlalu dengan janji yang aku tak peduli

Sekali lagi Aku Tak Peduli
 

Anakmu bukan milikmu

Juga bukan miliku 



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MEMULAI PERCAYA DIRI

 Sebetulnya ini tulisan lanjutan dari artikel sebelumnya, jika kamu merasa perlu untuk membaca ini, kamu bisa mulai dari artikel sebelumnya....